Header Ads

Memaknai Panggilan Haji Nabi Ibrahim

Moslem Side

Q.S al-Hajj (22:27) yang artinya:’’ Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Ayat ini seringkali digunakan oleh pare penceramah dikampung-kampung, khotib jum’ah, memberikan penjelasan bahwa haji itu merupakan panggilan-Nya. Dan, jika seseorang mangut-mangut berkali-kali, maka ia akan berangkat ke Makkah berkali-kali. Jika waktu Ibrahim memanggil, mangut hanya sekali, maka orang itu akan berangkat haji hanya sekali.




Ini persis dengan ceritanya dua orang Madura yang datang kepada K.H Kholil bangkalan. Orang yang pertama ditanya;”’ Cong…tahun depan, kamu berangkat haji ya? Walaupun secara financial terlihat cukup, akan tetapi dia tidak mau mangut. Karena dia merasa belum mampu, dan belum siap secara mental. Dan ternyata, sampai wafat, dia-pun tidak bisa menunaikan ibadah haji. Rupanya, jawaban atas pertanyaan K.H Kholil yang terkenal ke-walianya, menjadi sebuah do’a, sehingga menjadi penghalang. Jika, yang bertanya orang biasa, mungkin tidak sehebat itu dampaknya.

Selanjutnya, datang dihadapan K.H Kholil seorang petani yang miskin dengan pakaian sederhana. Terlihat dari raut mukanya, termasuk orang yang tidak memiliki cukup uang. Akan tetapi, tiba-tiba K.H. Kholil bertanya:’’ Cong….! tahun depan, berangkat haji ya?. Laki-laki tidak menjawab:’’ Iya…!, kepalanya mangut-mangut berkali-kali. Rupaya, jawaban’’Iya’’ dan ‘’manggut-mangut’’ itu menjadi sebuah do’a. Terbukti, dia bisa menunaikan ibadah haji sebanyak mangut-mangutnya, walaupun dia tidak memiliki uang.

Memang tidak salah, ketika memahami bahwa orang berangkat haji ke Makkah itu karena panggilan-Nya, melalui lisan Nabi Ibrahim as (Q.S al-Hajj (22:27). Namun, realitasnya tidak semua orang yang berangkat ke Makkah itu karena panggilan-Nya. Sebab, Nabi Saw juga meramal bahwa tujuan orang berangkat Haji bermacam-macam. Dan, realitas saat ini memberikan jawaban nyata, bahwa tidak sedikit orang berngkat haji dengan tujuan bisnis, picnic, meminta-minta, dan popularitas. Oleh karena itu, agar pemahaman orang-orang awam mubham (tidak jelas). Maka, perlu diklasifikasikan seputar tujuan orang ibadah haji ke Makkah. Apakah, kedatangan mereka itu karena panggilan-Nya, atau karena nasfu, atau karena panggilan Iblis.

Haji Karena Panggilan-Nya.

Sudah jelas, bahwa persyaratan utama ibadah haji secara mutlaq menurut ulama’ fikih adalah’’istitoah(mampu)’’ berdasarkan Q.S Ali Imran (3:97). Dan, makna mampu disini meliputi; financial, ilmu, kondisi keamadanan, kendaraan (trnasportasi) serta kondisi fisiknya. Jadi, tidak wajib hukumnya menunaikan ibadah haji, ketika kondisi fisik lemah, finasial juga lemah. Tetapi, jika dia bisa sampai ke Makkah, kemudian bisa melaksanakan haji dengan sebaik-baiknya, maka hajinya sah. Tetapi, jika harus utang, arisan haji, MLM haji, bukanlah sebuah keharusan, justru yang demikian merupakan kedholiman. Sebab, islam tidak pernah mempersulit pemeluknya, justru mempermudah.

Yang termasuk memenuhi panggilan-Nya, melalui lisan Nabi Ibrahim yaitu orang-orang yang benar-benar niat, membersihkan hartanya dari kotoran, cukup ilmu hajinya, serta menjauhi perbuatan rofast (bercumbu dan mukoddimahnya, fusuq (menjaga lisan dan perbutan), dan jidal debat kusir). Rupaya tiga perbuatan itu, juga menjadi tolak ukur kemabruran (diterima) sebuah amalah ibadah haji. Jadi, belum tentu orang yang sudah sering menunaikan ibadah haji, kemudian menjadi penyebab masuk surge (memperoleh) ridho-Nya. Sebab, untuk memperoleh ridho-Nya, ternyata harus benar-benar melaksanakan segala perintah dengan sebaik-baiknya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Jika manusia ingin memperoleh ridho-Nya, tetapi ia masih suka haji setiap tahun dengan cara menggunakan (membayar) uang tambahan alisan nyogok. Sementara antrean haji begitu panjang dan melelahkan, dimana banyak lansia yang menunggu-nunggu. Dengan bangganya ia mengatakan’’ Al-Hamdulillah….Saya bisa berhaji setiap tahun. Pernyataan ini sangat kontras dengan antrean yang begitu panjang. Sekaligus menjadi jawaban, betapa nafsunya, karena dia berkali-kali pergi ke Makkah, sementara banyak yang belum bisa karena keterbatasan materi, dan juga keterbatasan lainya.

Sangat tepat pernyataan seorang ulama’, bahwa yang demikian itu bukan memenuhi panggilan-Nya serta melaksanakan sunnah Nabi Saw. Sebab, Nabi Saw sendiri menunaikan haji tidak berkali-kali. Apabila, manusia menunaikan ibadah haji berkali-kali, itu juga bukan termasuk meneladani Nabi Saw. Oleh karena itu, para ulama’ sepakat bahwa haji yang ke-2 itu hukumnya sunnnah.

Tetapi, dalam kontek ke-indonesiaan, barangkali haji itu hukumnya wajib, mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang belum bisa menunaikan haji. Dan, haji yang ke-dua itu bisa sunnah, akan tetapi menjadi haram, jika mengambil hak-hak jama’ah lain yang sedang menunggu antrean. Apalagi, realitas yang berkembang dimasyarakat ada isu menarik, bahwa segelintir manusia yang bisa pergi ke kota suci Makkah dengan membayar uang lebih. Sungguh, ini sesuatu yang sangat memalukan.

Bagi para penceramah, dai (muballig), jelaskan pada masyarakat bahwa kewajiban haji hanya sekali seumur hidup. Jangan sampai haji yang ke-dua itu menjadikan orang lain terhalang karena dirinya. Atau, dengan mentasnamakan sunnah Nabi Saw, sekaligus karena panggilan-Nya melalui lisan Nabi Ibrahim. Sebab, yang demikian ini jelas-jelas mengambil hak anteran orang lain. Sementara, Nabi Saw menuturkan:’’ فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حقه artinya:’’ berikanlah hak-hak itu kepada pada yang berhak pula. Jangan, hak antrean calon tamu-Nya diambil atau dijual kepada orang lain. Dengan demikian, mereka yang dating ke Makkah, kembali dengan predikat ‘’Mabrur’’ diterima, dan dia berhak memperoleh surge-Nya.

 http://agama.kompasiana.com

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.