Header Ads

Ibnu 'Arabi, Kaya Tanpa Terjebak Nafsu Keduniawian

Moslem Side

Ibnu 'Arabi, Kaya
Tanpa Terjebak
Nafsu Keduniawian

Ibnu 'Arabi
yang dikenal dengan sebutan
Syekh al-Akbar, tiba di Tunisia. Ia
bertemu dengan seorang nelayan
yang tinggal di gubuk berdinding
lumpur kering. Nelayan itu dikenal
sangat dermawan. Setiap hari ia
melaut. Namun, seluruh hasil
tangkapannya ia sedekahkan
kepada orang-orang miskin.

Sedangkan untuknya sendiri,
hanya sepotong kepala ikan untuk
direbus sebagai lauk makan
malamnya.

Nelayan itu kemudian belajar
kepada Ibnu 'Arabi. Selang
beberapa waktu, nelayan itu pun
menjadi seorang syekh yang juga
punya murid. Suatu ketika, salah
seorang muridnya meminta izin
untuk mengadakan perjalanan ke
Spanyol.

Sang nelayan mengijinkan dan
berpesan agar menemui Ibnu
'Arabi untuk meminta nasihat.

Sudah bertahun-tahun nelayan itu
merasa perkembangan jiwanya tak
lagi
mengalami kemajuan, ia
membutuhkan nasehat Ibnu 'Arabi.

Sesampainya di kota tempat tinggal
Ibnu 'Arabi, murid nelayan itu
menanyakan tempat ia bisa
bertemu Ibnu 'Arabi. Orang-orang
yang ditanya menunjuk ke puncak
bukit, ke sebuah puri yang tampak
seperti istana. Melihat tempat yang
ditunjuk orang-orang, murid itu
sangat terkejut, betapa sangat
duniawinya kehidupan Ibnu 'Arabi.
Jauh dibandingkan dengan
kehidupan guru tercintanya yang
sangat sederhana.

Dengan enggan, ia melangkahkan
kakinya ke arah puri itu. Sepanjang
jalan ke puri, ia melalui ladang-
ladang yang terawat baik dan jalan-
jalan yang indah, lengkap dengan
kumpulan domba, kambing, dan
sapi. Ia menyempatkan diri
bertanya kepada orang-orang di
ladang, siapa pemilik semua ladang
dan ternak ini.
Setiap yang ditanya menjawab,
milik Ibnu 'Arabi. Keragu-raguan
membayangi pikirannya,
bagaimana mungkin orang yang
sangat materialis seperti itu bisa
menjadi seorang sufi terkemuka.
Apalagi setelah ia sampai puri itu.
Tak pernah ia melihat bagunan
seindah dan semegah ini, bahkan
dalam mimpi sekalipun.

Murid sang nelayan itu tak bisa
menyembunyikan kegeramannya
ketika bertemu Ibnu 'Arabi. Ia
sangat marah ketika mendengar
pesan Ibnu 'Arabi yang
diamanahkan kepadanya untuk
disampaikan kepada gurunya, sang
nelayan. Ibnu 'Arabi berkata,
"Sampaikan kepada gurumu,
dirinya masih terikat pada
keduniawian."

Sekembalinya murid itu ke
kampung halamannya, ia
menyampaikan pesan itu kepada
gurunya. Sungguh ia tak menduga
sikap gurunya. Mendengar pesan
itu, gurunya
mengatakan, “Ia benar! Ia sungguh
tak peduli sama sekali dengan
semua yang ada
padanya. Sementara aku, ketika
setiap malam menyantap kepala
ikan, aku masih saja berharap
seandainya saja kepala ikan itu
adalah seekor ikan yang utuh."

Sumber: Cinta Bagai Anggur -
Syekh Ragip Frager, Ph. D

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.