Header Ads

Kyai Hamid Pasuruan, Mengoperasi perut

Kisah ketawadlu ’an Kyai Hamid Pasuruan; Mengoperasi perut



Gus Zaki di serang penyakit maag yang parah. Serasa tak kuat, ia sampai menggelepar-gelepar. Semua anggota keluarga datang mendoakan. Kiai aqib, Nyai Nafisah hamid, Nyai Maryam Ahmad Sahal, Kiai Ahmad Sahal. Semua sudah menjenguk kecuali Kiai Hamid.


Dokter Ham sudah dipanggil. Karena sakitnya masih tak ketulungan, Guz Zaki menyuruh orang untuk memanggil dr. Ham lagi. "Buat apa? Suntik sudah, obatsudah, sekarang ya sabar aja" Kata dr. Ham. Dia tidak mau datang.

Sekitar pukul 23:30 WIB,Maimunah istrinya yang setia menunggu pergike dapur untuk merebus air. Sebab air dibotol sudah dingin (oh ya, untuk mengurangi rasa sakit, botol berisi air hangat tersebut ditempel di perut). Ketika di tinggal sendirian itulah Gus Zaki dikejutkan oleh kedatangan Kiai
Hamid yang begitu tiba-tiba di dalam kamar. Entah darimana masuknya beliau.

Setelah mengubah posisi kursi dan bantal beliau memperhatikan telapak tangan itu seperti ada kabel-kabel.

"Ini biar saya ganti saja ya, sudah lapuk" katanya, entah apa maksudnya lantas telapak tangan
kanan itu ditempelkan ke perut Gus Zaki. Tiba-tiba ia merasakan perutnya enakan, hingga hilang rasa
sakitnya. Di suruh duduk, eh ternyata tidak apa-apa. Padahal sebelumnya bergerak sedikit saja
sudah sakit. 
"Keburu ada orang ini biarkan saja nanti nyambung sendiri." Kata beliau
menunjuk perut Gas Zaki, sebelum bergeser pergi.

Setelah di tinggal pergi barulah Gus Zaki merasakan kejanggalan.

"Darimana masuknya  beliau?"pikir dia. Apa betul itu Kiai
Hamid, kok nggak ngasih uang? Sebab biasanya Kiai Hamid tidak pernah absen memberi uang".

Sejurus kemudian Ning Muna masuk kamar dia kaget melihat suaminya sudah bisa duduk.

"Sampeyan ini bagaimana kok sudah bisa duduk" tegurnya. Dia lebih sewot lagi melihat posisi kursi
dan bantal yang sudah tidak karuan

"kalau jatuh bagaimana?" pikirnya. "Ini siapa yang mindah?" tanyanya.

Gus Zaki yang masih bengong tidak menggubris kata istrinya. "Coba kamu lihat pintu depan dan pintu belakang" katanya. Dengan penuh tanda tanya Ning Muna menurut.

"Semua terkunci, memangnya ada apa?" tanyanya begitu kembali.
"Barusan ada Kiai Hamid" jawab Gus Zaki sambil menceritakan semua yang dialaminya.

Esoknya habis sholat subuh Kiai Hamid datang. 
"Bagaimana keadaanmu?" tanya beliau. 
"Alhamdulilah, sudah baik, iya tadi malam..." sampai disitu kata-
katanya dipotong oleh Kiai Hamid."Sudah, sudah..." kata beliau sambil meletakan telunjuk
tangannya di mulut. Beliau lalu memberi Gus Zaki uang Rp. 500,-
lantas pergi lagi. Gus Zaki berpikir rupanya beliau membayar "utangnya" tadi malam.

1 comment:

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.