Header Ads

TAHLIL DAN SELAMATAN 7, 40, 100, 1000 hari dan HAUL


Oleh:
Muhyiddin Abdushshomad

 Al-Qur’an menganjurkan berdo’a untuk orang yang telah wafat
SEKALIGUS MENJELASKAN BAHWA UKHUWAH ISLAMIYAH TIDAK TERPUTUS KARENA KEMATIAN

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر/10]

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan orang-orang yang wafat mendahului kami  dengan membawa iman. Dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“
(QS. Al-Hasyr: 10)


Pahala sedekah sampai pada orang yang telah wafat

عَنْ عاَ ئِشَةَ أَنَّ رَجُلاً أَ تَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلِّم فَقَالَ , يَا رَسُولَ الله إِنَّ اُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُـهَا وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم, 1672 )

"Dari 'Aisyah-radhiyallahu 'anha, "Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga jika ia dapat berwasiat, tentu ia akan berwasiat untuk bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? "Nabi SAW menjawab, "Ya"." (HR. Muslim, [1672])

Sedekah bisa berupa Dzikir atau Tahlil

عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ قَالُوا للنَّبِيِّ صلى الله عليه وسـلم يَارَسُـولَ الله ذَهَبَ أَهْلُ الدُّ ثُّورِ باْلأُجُوْرِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَ يَتَصَدَّ قُونَ بِفُضَولِ أَمْوَا لِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً  وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً (رواه مسلم, 1674).

"Dari Abu Dzarr , ada beberapa sahabat bertanya kepada Nabi , "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi menjawab, "Bukankah Allah telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).

Bacaan al-Qur’an, doa dan istighfar pahalanya itu sampai pada almarhum yang dituju

قَالَ الْإِمَامُ الْقُرْطُبِيُّ رَحِمَهُ اللهُ, وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى وُصُوْلِ ثَوَابِ الصَّدَقَةِ لِلأَمْوَاتِ فَكَذَلِكَ الْقَوْلُ فِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالدُّعَاءِ وَالْإِسْتِغْفَارِ إِذْ كُلٌّ صَدَقَةٌ بِدَلِيْلِ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِي وَالْمُسْلِم) فَلَمْ يُخَصَّ الصَّدَقَةُ بِالْمَالِ (مختصر تذكرة القرطبي: 25)

Imam Al-Qurthubi berkata, Para Ulama telah sepakat mengenai sampainya pahala sedekah kepada orang yang telah meninggal dunia. Begitu juga mengenai bacaan al-qur’an, doa dan istighfar, karena semua itu adalah sedekah. Sebagaimana sabda Rasulullah , “setiap kebaikan adalah sedekah”(HR. Bukhari dan Muslim) Nabi tidak mengkhususkan sedekah itu hanya berupa harta benda saja (namun juga bisa berupa bacaan al-quran, doa, dan istighfar dan lain sebagainya). (Mukhtashar Tadzkirah Al-Qurthubi, 25)

Kata Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
semua pahala ibadah itu sampai kepada mayit yang dituju
فَأَفْضَلُ مَايُهْدَى إِلَى اْلمَيِّتِ الْعِتْقُ وَالصَّدَقَةُ وَالَإِسْتِغْفَارُلَهُ وَالدُّعَاءُ لَهُ وَاْلحَجُّ عَنْهُ وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْاَنِ وَإِهْدَاءُ هَا لَهُ تَطَوُّعًا بِغَيْرِ أُجْرَةٍ فَهَذَا يَصِلُ إِلَيْهِ كَمَا يَصِلُ ثَوَابُ الصَّوْمِ وَالْـحَجِّ (اَلْرُوْحُ: 142)
”Sebaik-baiknya amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istighfar, do’a, dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur’an secara suka rela (tanpa mengambil upah) yang dihadiahkan kepada mayit, juga sampai padanya. Sebagaimana pahala puasa dan haji” (Al-Ruh, 142)

Hujjah bacaan surat Yasiin untuk orang yang meninggal

عَنْ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اِقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ ، يَعْنِى يَس . (رواه أحمد، 20300)

Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah bersabda: “Bacalah Surat Yasin untuk mayit kalian."  (HR. Ahmad, 20300).
Hadist tersebut menurut Al-Hafidz Al-Syuyuti dalam Tadrib al-Rawi Juz 1, hal. 341-342, dinilai sebagai Hadist Shahih.

Hujjah bacaan ayat-ayat Al-Qur’an untuk orang meninggal
قَالَ لِي أَبِي: إِذَا اَنَا مِتٌّ فَأَلْـحِدْنِي, فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَـحْدِي فَقُلْ: بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ سُنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سَنًّا, ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا, فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ ذَلِكَ (رَوَاهُ الطَبْرَانِي وَقَالَ الحَافِظْ الهَيْثَمِي: رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي الكَبِيْرِ وَرِجَالُهُ مَوْثُوْقُوْنَ).

Ayahku al-‘Ala’  berkata kepadaku: wahai anakku, jika aku mati maka buatkanlah liang lahat untukku, dan jika engkau telah meletakkanku di liang lahat maka ucapkanlah: بسم الله وعلى ملة رسول الله kemudian timbunlah aku dengan tanah, lalu bacakan di dekat kepalaku permulaan surat al-baqarah dan akhir surat al-baqarah, karena aku telah mendengar Rasulullah mengatakan  hal itu.
(HR. Ath-Thabrani dan al-Hafizh al-Haytsami mengatakan: “perawi-perawinya adalah orang-orang terpercaya”).

Imam Syafi’i mensunnahkan membaca Al-Qur’an untuk orang wafat

قَالَ الشَّافِعيُّ رَحِمَهُ الله: وَيَسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ ، وَإِنْ خَتَمُوْا القُرْآنَ كُلَّهُ  كَانَ حَسَنًا.
(دليل الفالحين 6: 103)

“disunnahkan membaca sebagian ayat Al-Quran di dekat mayit, dan lebih baik lagi jika meraka (pelayat) membaca Al-Quran sampai Khatam. (Dalil al-Falihin, juz VI, hal 103)
Imam Syafi’i suka membaca Al-Qur’an ketika ziarah kubur

وَقَدْ تَوَاتَرَ أَنَّ الشَّافِعِيَّ زَارَالَّليْثَ بْنَ سَعْدٍ وَأثْنَى خَيْرًاوَقَرَأَعِنْدَهُ خَتْمَةً وَقَالَ أَرْجُوْ أَنْ تَدُوْمَ فَكَانَ ألأَمْرُكَذَالِكَ
Artinya:
"Telah tersiar berita berturut-turut, bahwa Imam Syafi'I bersiarah ke kubur Al-Laitsu bin Saad, dan memuji-muji atasnya serta membaca (Al-Qur'an) disisinya satu kali khatam, dan berkata: aku harap  semoga terus-menerus ada pembacaan(dikubur), maka begitulah pembacaan itu terus-menerus dikerjakan. (Qom’u Ahli Zaighi wal Ilhad, 45)

Kata Ibn Taimiyyah:
Pahala Tahlil sampai kepada orang yang telah meninggal dunia

وَسُئِلَ: عَمَّنْ "هَلَّلَ سَبْعِيْنَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُوْنُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنَ النَّارِ" حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ؟ أَمْ لاَ؟ وَاِذَا هَلَّلَ الْانْسَانُ وَاَهْدَاهُ إِلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إِلَيْهِ ثَوَابُهُ اَمْ لَا؟ فَأَجَابَ: إِذَا هَلَّلَ الْاِنْسَانُ هَكَذَا: سَبْعُوْنَ اَلْفًا اَوْ اَقَلَّ اَوْ اَكْثَرَ. وَاُهْدِيَتْ اِلَيْهِ نَفَعَهُ اللهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيْثًا صَحِيْحًا وَلَا ضَعِيْفًا. وَاللهُ أَعْلَمُ. (مجموع فتاوى ابن تيمية, 24/323).

“Syaikh Ibn Taimiyyah ditanya, tentang orang yang membaca tahlil 70.000 kali dan dihadiahkan kepada mayit,  agar diselamatkan oleh Allah dari siksa api neraka, apakah hal itu berdasarkan hadits shahih atau tidak? Dan apabila seseorang membaca tahlil lalu dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak?” Syaikh Ibn Taimiyyah menjawab, “Apabila seseorang membaca tahlil 70.000 kali baik lebih atau kurang, lalu pahalanya dihadiahkan kepada mayit, maka hal tersebut bermanfaat bagi mayit, dan ini bukan hadits shahih dan bukan hadits dha’if. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah, juz 24, hal. 323).

Kata Ibn Qoyyim yang menyatakan hadiah pahala itu tidak sampai adalah Ahli Bid’ah

وَذَهَبَ أَهْلُ اْلبِدَعِ مِنْ أَهْلِ اْلكَلَامِ أَنَّهُ لَايَصِلُ إِلَى اْلمَيْتِ شَىءٌ اَلْبَتَّةَ لَا دُعَاءٌ وَلَا غَيْرُهُ (اَلْرُوْحُ: 117)

“Para ahli bid’ah dari kalangan Ahli Kalam berpendapat bahwa menghadiahkan pahala baik berupa do’a atau lainnya sama sekali tidak sampai kepada orang yang telah meninggal dunia ” (Al-Ruh, 117)

Dr. Muhammad Bakar Ismail melansir penjelasan Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah
(Panutan Kaum Wahabi)

وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِي سُوْرَةِ النَّجْمِ: ﴿وَأَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى﴾. فَاِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ, فَلَوْلَا اَنَّهُ كَانَ بَارًا بِـهِمْ فِي حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّـمُوا عَلَيْهِ وَلاَ تَطَوَّعُوا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِي الْـحَقِيْقَة ثَـمْرَةٌ مِنِ ثِـمَارِ بِرّهِ وَاِحْسَانِهِ

Dalil-dalil tersebut tidak bertentangan dengan ayat yang artinya: Bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. Al-Najm, 39)
“Sesungguhnya hadiah pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri karena seandainya jika ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu, sejatinya apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya.” (al-Fiqh al-Wadlih, juz 1, hal. 449).
Selamatan tujuh hari kematian

عَنْ سُفْيَانَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُّطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْاَيَّامَ. (رواه الإمام أحمد في كتاب الزهد, الحاوي للفتاوى, 2/178)

“Dari Sufyan, berkata, “Imam Thawus berkata, “sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan yang pahalanya untuk keluarga yang meninggal selama tujuh hari tersebut.” (HR. al-Imam Ahmad dalam kitab al-Zuhud, al-Hawii Lilfataawi juz 2, hal. 178)

Kata Syaikh Nawawi al-Bantani 7, 40, 100, 1000 hari dan haul itu tradisi yang tidak dilarang oleh agama

وَالتَّصَدُقُ عَنِ الْمَيِّتِ بِوَجْهِ شَرْعِيٍّ مَطْلُوْبٌ وَلَا يُتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ سَبْعَةَ اَيَّامٍ اَوْ اَكْثَرَ اَوْ اَقَلَّ وَتَقْيِيْدٌ بِبَعْضِ الْأَيَّامِ مِنَ الْعَوَائِدِ فَقَطْ, كَمَا اَفْتَى بِذَلِكَ السَّيِّدُ اَحْمَدْ دَحْلَانُ, وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ فِي ثَالِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِي سَابِعٍ وَفِي تَمَامِ الْعِشْرِيْنَ وَفِي الْأَرْبَعِيْنَ وَفِي الْمِائَةِ وَبَعْدَ ذَلِكَ يَفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلًا فِي يَوْمِ الْمَوْتِ كَمَا اَفَادَ شَيْخُنَا يُوْسُفُ السُّنْبُلَاوِيْنِي. (نهاية الزين, 281 )

Bersedekah atas nama mayit dengan cara yang sesuai dengan syara’ adalah dianjurkan, tanpa ada ketentuan harus tujuh hari, lebih tujuh hari atau kurang tujuh hari. Sedangkan penentuan sedekah pada hari-hari tertentu itu hanya merupakan kebiasaan  masyarakat saja. Sebagaimana difatwakan oleh sayyid Ahmad Dahlan. Sungguh telah berlaku di masyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ke tiga dari kematian, hari ke tujuh, dua puluh  dan ketika genap empat puluh hari serta seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya. Sebagaimana disampaikan oleh Syeikh kita Yusuf al-Sunbulawini. (Nihayah al-Zain)
Boleh menentukan waktu untuk beramal shalih

عَنْ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًاوَكَانَ عَبْدُاللهِ  رضي الله عنه  يَفْعَلُهُ (رواه البخاري، 1193)

"Dari Ibnu Umar , Beliau berkata: Nabi selalu mendatangi Masjid Quba setiap hari sabtu dengan berjalan kaki dan berkendaraan," Abdullah bin Umar juga sering melakukannya." (Shahih Bukhari, 1193)

Al-Hafidz Ibn. Hajar dalam mengomentari hadist tarsebut menyatakan:

وَفِيْ هَذَ االْحَدِيْثِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِتَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ بِبَعْضِ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِوَاْلمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ
"Hadist ini menunjukkan kebolehan menentukan hari-hari tertentu dengan sebagian amal shaleh dan melakukannya secara terus-menerus. (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al- Bari,juz 3 hal.69).

Boleh merangkai bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, Shalawat, Tahlil, Dll

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِ قَالَ: إِنَّ لِلهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ اللهُ تَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلَى عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلَى نَبِيِّكَ مَحَمَّدٍ وَيَسْأَلُوْنَكَ لِآخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: غَشُّوْهُمْ بِرَحْمَتِي فَيَقُوْلُوْنَ: يَارَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلَانًا الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِي فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ. (رواه البزار قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن, والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر, كما ذكره في فتح الباري 11/212)

Boleh merangkai bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, Shalawat, Tahlil, Dll

Dari Anas Nabi bersabda: sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: wahai tuhan kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, membaca kitab-Mu, bershalawat kepada Nabi-Mu Muhammad dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka. Lalu Allah menjawab: naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adlah kaum yang tidak akan sengsara karena orang itu ikut duduk bersama mereka. (HR. Al-Bazar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma al-Zawaid [16769, juz 10, hal 77]: “Sanad hadits ini hasan”. Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, “Hadits ini shahih dan hasan”).

Merangkai ayat-ayat Al-Qur’an, shalawat, tahlil, dll menurut Ibnu Taimiyah  itu sunnah

وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى اَهْلِ الذِّكْرِ يَقُوْلُ لَهُمْ: هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُوْنَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُوْنَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ لِلْمُسْلِمِيْنَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُوْنَ التَّسْبِيْحَ وَالتَّحْمِيْدَ وَالتَّهْلِيْلَ وَالتَّكْبِيْرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ ؟ فَأَجَابَ: الاِجْتِمَاعُ لذِّكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْاَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيْحِ عَن النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ: (إِنَّ لِلهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِيْنَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مُرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ) وَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَفِيْهِ (وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيَحْمَدُوْنَكَ)... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنَ الصَّلَاةِ أَوِ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَي النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ: فَهَذَا سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية, 22/520).

Merangkai ayat-ayat Al-Qur’an, shalawat, tahlil, dll menurut Ibnu Taimiyah  itu sunnah

Ibn Taimiyah ditanya tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah. Mereka memulai dan menutup dzikiirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illa billaah) dan bershalawat kepada Nabi ?” Lalu Ibnu Taimiyah menjawab: berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal soleh, termasuk qurban dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertashbih dan bertahmid kepada-Mu” …Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah dan hamba-hamba Allah yang shaleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, Juz 22, hal 520).

Tidak tercela orang miskin yang bersedekah

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ [الحشر/9]

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Hasyr: 9)

Tidak tercela orang miskin yang bersedekah
وَقَالَ عَمَّارٌ ثَلَاثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الْإِيْمَانَ الْإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ وَبَذْلُ السَّلَامِ لِلْعَلَمِ وَالْإِنْفَاقُ مِنَ الْإِقْتَارِ (رواه البخاري)
“Anwar berkata: tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya maka telah menyempurnakan imannya. Yaitu menyadari kewajiban dirinya, mengucapkan salam kepada siapa pun dan bersedekah dalam keadaan fakir” (HR. Al-Bukhari)
Menghidangkan Makanan Kepada Penta’ziah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ, وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لاَ تَعْرِف (صحيح البخاري, رقم 11)
Dari Abdullah bin Amr RA, ada seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW, “Perbuatan apakah yang paling baik di dalam ajaran orang islam?” Rasulullah SAW menjawab, “menyuguhkan makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal atau tidak” (HR. al-Bukhari)

Sayyidina Umar  RA memerintahkan agar menyuguhkan makanan kepada penta’ziahnya

وَعَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: حِيْنَ طُعِنَ عُمَرُ أَمَرَ صُهَيْبًا أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلَاثًا, وَأَمَرَ بِأَنْ يَجْعَلَ لِلنَاسِ طَعَامًا, (ذكر الحافظ ابن حجر في كتابه "المطالب العالية في زوائد المسانيد الثمانية" (1/199), وقال إسناده حسن )

Dari al-Ahnaf bin Qais dia berkata: ketika sayyidina Umar RA menjelang wafat (karena ditikam dengan pisau oleh Abu lu’lu’ah al-Majusi) beliau menugas Suhaib untuk melaksanakan shalat dengan orang banyak tiga kali dan memerintahkan agar menyuguhkan makanan untuk mereka. (dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab al-Mathalib al-’Aliyah, Juz I, hal. 199, dengan sanad yang hasan)
Membakar Dupa
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أجْمَرْتُم الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوهُ ثَلَاثًا (رواه أحمد)
Apabila engkau mengukup mayyit, ulangilah tiga kali. (HR. Ahmad)
أخرجه أحمد (3/331 رقم 14580) والبزار كما فى كشف الأستار (1/385 رقم 813) قال الهيثمى (3/26) : رجاله رجال الصحيح . والبيهقى (3/405 رقم 6494) . وأخرجه أيضًا : ابن حبان (7/301 رقم 3031) ، والحاكم (1/506 ، رقم 1310) ، وقال : صحيح على شرط مسلم . ووافقه الذهبى

Membaca Shalawat ketika bubar acara

عن جابر أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوْا عَنْ غَيْر صَلَاةٍ عَلَى النبي صلى الله عليه و سلم إلا تَفَرَّقُوا عَلَى أَنْتَنَ مِنْ رِيْحِ الْجِيْفَةِ (رواه النسائي ج 6 / ص 109)

Dari Jabir RA bahwa Rsulullah SAW bersabda, “Apabila suatu kaum berkumpul kemudian mereka bubar tanpa membaca shalawat kepada Nabi SAW, maka sama dengan bubarnya orang dari tempat bangkai yang berbau busuk. (HR. Nasa’i, Juz VI, hal. 109)

Mengantar jenazah dengan membaca Tahlil
عن ابن عمر رضي الله عنه, قَالَ لَمْ نَكُنْ نَسْمَعُ مِنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجَنَازَةِ, إِلَّا قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا الله, مُبْدِيًّا, وَرَاجِعًا. أخرجه ابن عدى في الكامل. (نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية, 2/ 212)

Ibn Umar RA berkata, “Tidak pernah terdengar dari Rasulullah SAW ketika mengantarkan jenazah kecuali ucapan: La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat dan pulangnya” (HR. Ibnu ‘Adi)

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.