Header Ads

TALQIN MAYYIT



وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ وَابْنُ مَنْدَةَ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ: "إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ, فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ, فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ, ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلاَن َبِنْ فَلاَنَةْ, فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلاَ يُجِيْبُ, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فَلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا, ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنَ بِنْ فُلاَنَةَ, فَإِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ, وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ, فَلْيَقُلْ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةُ اللهِ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا, وَبِاْلاِسْلاَمَ دِيْنًا, وَبِمُمَحَمَّدٍ نَبِيَّا, وَبِالْقُرْآنَ إِمَامًا, فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ, وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ, فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا", فَقَالَ رَجُلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ, فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ: فَيَنْسُبُهُ اِلَى حَوَّاءَ, يَا فُلاَنَ بِنْ حَوَّاءَ". (الشيخ محمد بن عبد الوهاب النجدي, أحكام تمني الموت ص 19)


“Al-Thabrani telah meriwayatkan dalam Al-Muj’am al-Kabir dan Ibn Mandah, dari Abu Umamah dari Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang saudaramu meninggal dunia, lalu kalian meratakan tanah di atas makamnya, maka hendaklah salah seorang kamu berdiri di bagian kepalanya dan katakanlah, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia mendengar tapi tidak menjawab panggilan itu. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka ia akan duduk dengan sempurna. 

Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia berkata, “Berilah kami petunjuk, semoga Allah mengasihimu”, tetapi kalian tidak merasakannya. Lalu katakan, “Ingatlah janji yang kamu pegang ketika keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad utusan Allah, bahwa kamu rela menerima Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al Qur’an sebagai pemimpin.” 

Maka pada saat itu, Malaikat Munkar dan nakir akan saling berpegangan tangan dan berkata, “Mari kita pergi. Kita tidak duduk di samping orang yang telah dituntun jawabannya.” Nantinya Allah akan memberikan jawaban terhadap kedua malaikat itu.” Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, jika Ibu mayit itu tidak diketahui?” Beliau menjawab, “Nisbatkan kepada Hawwa, “Wahai fulan bin hawwa”. (Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Najdi, Ahkam Tamanni Al-Maut, hal 19)


Kaum wahabi menolak tanpa dasar

Kitab Ahkam Tamanni Al-Maut adalah karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri aliran wahabi. Kitab ini diterbitkan oleh Universitas Ibn Saud, Riyadh, Saudi Arabia dan telah diteliti oleh Syeikh Abdurrahman bin Muhammad Al-Sadhan dan Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, dua ulama senior kaum Wahabi yang kharismatik di Saudi Arabia. 

Terbitnya kitab Ahkam Tamanni Al-Maut ini menggemparkan dunia pemikiran Wahabi, karena tanpa disadari oleh mereka, isi kitab yang mereka terbitkan ini mengandung hadits-hadits yang bertentangan dengan ajaran dan ideologi kaum Wahabi selama ini. Akhirnya, tanpa dalil yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, Syeikh Shalih Al-Fauzan –tokoh Wahabi yang sangat fanatik-, berfatwa bahwa kitab ini palsu, bukan tulisan pendiri Wahabi.



Komentar ahli hadits tentang hadits talqin

Komentar al-Hafidz Ibnu Hajar al- ‘Asqallani tentang hadits Al-Thabrani tersebut dalam kitabnya Al-Talkhish Al-Habir (2/ 135)

وَاِسْنَادُهُ صَالِحٌ وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي اَحْكَامِهِ 

Sanad hadits ini shalih (kuat) dan al-Dhiya’ menilainya kuat dalam kitab Ahkam-nya



Kata Al-Suyuthi dalam Al-Fiyahnya

وَخُذْهُ حَيْثُ حَافِظً عَلَيْهِ نَصٌ اَوْ مِن مُصَنَّفٍ بِجَمْعِهِ يُخَص 

Yang menentukan hadits itu shahih atau dha’if itu seorang hafidz, baik dalam pernyataannya maupun kitab yang ditulisnya

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.