KH Mohamad Dahlan, Ketua PBNU dan Menteri Agama Dari Mandaranrejo Pasuruan
PCNU Kota Pasuruan JATIM - Lahir di Pasuruan, Jawa Timur, Hindia Belanda, 2 Juni 1909 – meninggal 1 Februari 1977 pada umur 67 tahun) bertepatan dengan 14 Jumadil Ula 1327 Hijriah, di Desa Mandaran, Rejo, Pasuruan, Jawa Timur. Mohammad Dahlan adalah putera ketiga dari lima bersaudara. Ayah-ibu Dahlan bernama Abdul Hamid dan Chamsiyah. Desa tempat tinggal Dahlan itu terletak di pesisir pantai, kurang lebih berjarak tiga kilometer dari kota Pasuruan.
Mohamamd Dahlan, beliau tercatat sebagai penggerak (muharrik) Ansor NU di awal berdirinya bersama KH Abdullah Ubaid.
Tampilnya Dahlan di gelanggang pergerakan dimulai tahun 1930. Dialah tokoh yang merintis terbentuknya organisasi NU cabang Bangil, dan sekaligus menjadi ketuanya. Lima tahun kemudian ia terpilih menjadi ketua NU cabang Pasuruan.
Berkat kepemimpinan dan integritas kepribadian yang dimilikinya, pada tahun 1936 ia dipercaya untuk menjadi Konsul NU Daerah (wilayah) Jawa Timur yang berkedudukan di Pasuruan saat itu.
Di kemudian hari, aktivis yang dianugerahi suara merdu ini juga menjabat sebagai Ketua PBNU, lalu menjadi Menteri Agama (menggantikan KH Saifuddin Zuhri) di awal Orde Baru.
Susunan Pengurus Besar Nahdlatul Oelama sebagaimana dimuat dalam Berita Nahdlatoel Oelama No. 2, Thn. 1, Agustus 1946. caption |
Kiprah yang paling menonjol adalah merintis Musaqabah Tilawatil Qur’an (MTQ). Bersama KH Ibrahim Hosen, Prof Mukti Ali, KH Zaini Miftah, dan KH Ali Masyhar merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an.
Sebagai birokrat dan pengurus PBNU, beliau merupakan tokoh yang gigih dan konsisten dalam melahirkan sejumlah gagasan cemerlang.
Kalau KH Wahid Hasyim membolehkan hakim wanita, maka dalam NU Kiai Mohamad Dahlan mempelopori berdirinya organisasi Wanita NU yakni Muslimat. Bahkan dengan kegigihannya akhirnya bisa meyakinkan Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah yang akhirnya didukung seluruh Nahdliyin.
Ketika menjabat Menteri Agama (1967-1971), Kiai Dahlan yang memelopori musyawarah antarumat beragama untuk menjaga kerukunan sesamanya. Selain gagasan mendirikan MTQ dan PTIQ, ia pula yang berjasa mengangkat ribuan guru-guru agama melalui Ujian Guru Agama (UGA) pasca peristiwa 1965 sebagai konsekuensi semakin disadarinya bahwa berkembangnya ajaran komunisme akibat kurangnya pelajaran agama di sekolah-sekolah.
Di bidang keilmuan, Dahlan terlihat menonjol pada disiplin ilmu fikih yang ditunjang dengan koleksi kitab-kitab yang dimilikinya. Hal itu menyebabkan Dahlan sangat moderat dalam memandang perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan imam madzhab. Ia tampak tidak kaku dengan pendapat madzhab tertentu dalam menentukan suatu hukum, sejauh pendapat itu dinilainya cukup argumentatif.
Kebiasaan Kiai Dahlan yang tidak pernah ditinggalkan semenjak menetap di Pasuruan hingga pindah ke Jakarta adalah membaca Kitab Dalail Khairat selepas salat Subuh hingga menjelang salat dhuha atau sesudah salat Maghrib sampai salat Isya.
Pada tanggal 1 Februari 1997, selesai membaca kitab seperti hari-hari biasanya, KH. Muhammad Dahlan berpulang ke Rahmatullah. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sebagai wujud dari pengakuan pemerintah atas jasa-jasanya dalam turut serta membangun bangsa Indonesia.
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.